AJS (Analisis Jurnal Singkat) : Jual Tanah Di Bawah Harga NJOP, Yakin?
Identitas Jurnal
- Judul Jurnal: "Perlindungan Hukum Terhadap Wajib Pajak yang Menjual Tanahnya Di Bawah Harga Nilai Jual Objek Pajak"
- Penulis: Edwin Limy
- Nama Jurnal: Kajian Masalah Hukum dan Pembangunan Perspektif
- Volume dan Halaman: Volume 25 Nomor 3 Tahun 2020, 168-177
- Reviewer: Haryana Hadiyanti (1902056080)
- Tanggal Review: 7 April 2021
- Link Jurnal: Jurnal Perspektif : Perlindungan Wajib Pajak Terhadap Penjualan Tanah di Bawah Harga NJOP
Di dalam abstrak, jurnal yang berjudul "Perlindungan Hukum Terhadap Wajib Pajak yang Menjual Tanahnya di Bawah Harga NJOP" membicarakan tentang penggunaan NJOP dalam perhitungan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) yang merupakan beberapa sumber penghasilan yang diperoleh oleh negara. Dilihat dari perspektif penulis, jurnal ini akan membawa Pembaca untuk menyelam dalam konflik yang seringkali terjadi dalam jual beli tanah dengan menggunakan acuan NJOP yang merupakan dasar pengenaan BPHTB dan PPh tersebut dan menjelaskan upaya perlindungan hukum terhadap wajib pajak yang menjual tanahnya. Maka dari itu, penulisan abstrak ini memudahkan pembaca dalam memahami jurnal tersebut.
Beralih ke bagian pendahuluan, Penulis mengantarkan Pembaca kepada pengenalan pajak secara deskriptif dan menjelaskan mekanisme pajak yang dilakukan Pemerintah Daerah secara singkat. Hal ini dituliskan Penulis sebagai berikut.
"Pajak suatu daerah merupakan pajak yang dapat
dibebankan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
peraturan daerah yang berlaku di daerahnya, pajak
yang dikenakan sesuai dengan peraturan nasional,
tetapi besarnya perolehan nilainya hanya ditugaskan
kepada Pemerintah Daerah, pajak yang dikenakan
atau dimanajemenkan oleh Pemerintah, namun
penarikannya dibagi hasilkan oleh Pemerintah
Daerah. Seakan-akan wajib pajak dipaksa oleh
Pemerintah Daerah untuk menjual tanah setara/lebih
tinggi dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)." - hlm.169
Permasalahan muncul ketika NJOP dihitung berdasarkan pertimbangan harga dengan properti yang lainnya nilai perolehan yang baru, atau NJOP pengganti. Dalam jual beli tanah, adanya nilai pengalihan hak yang telah tercantum di dalam Akta Pengalihan Kepemilikan terhadap NJOP yang bersangkutan. Sehingga, PPh dan BPHTB akan menjadi nilai tambahan yang didasarkan pada NJOP apabila menjual tanah di bawah harga NJOP, tidak menggunakan acuan nilai jual belinya. Disini, Penulis akan mengupas secara tuntas bagaimana prinsip penentuan NJOP dan upaya hukumnya terhadap wajib pajak menggunakan perspektif hukum. Metode penelitian yang digunakan Penulis adalah yuridis normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach).
Di dalam pembahasan, Penulis membagi menjadi beberapa sub judul untuk menjelaskan secara rinci. Hal ini memudahkan Pembaca dalam memahami suatu materi agar mencapai suatu permasalahan dan mendekatkan pada suatu jawabannya.
Pertama, membahas tentang Subjek dan Objek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Penulis menggunakan referensi peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus tentang BPHTB, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000. Subjeknya adalah perseorangan atau badan yang dikategorikan dapat menerima hak atas tanah dan atau suatu bangunan. Hal ini bertujuan pengalihan kepemilikan hak atas tanah atau suatu bangunan yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru. Pada halaman 171, Penulis memaparkan mekanisme pelakasanaan BPHTB yang berlaku di Indonesia dengan menerapkan lima prinsip, yaitu:
- Pelaksanaan akan suatu kewajiban didasarkan pada sistem self-assessment;
- Besarnya suatu beban ditentukan senilai 5% dari NPOPKP;
- Agar pengoperasian Undang-Undang BPHTB dilakukan secara tepat, kemudian kepada pejabat umum dan/atau kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran atau belum mau melaksanakan keharusannya yang dimana diatur oleh peraturan akan diberikan hukuman sesuai dengan peraturan-peraturan yang diberlakukan;
- Hasil perolehan BPHTB adalah suatu perolehan negara yang tidak seluruhnya diberikan kepada pemerintah suatu daerah, untuk menaikkan keuangan daerahnya yang berguna membayar kegiatan pemerintah suatu daerah dan dalam kegiatan menjunjung tinggi otonomi suatu daerah, dan;
- Seluruh penarikan pajak atas pendapatan hak atas objek tanah dan/atau bangunan yang melanggar peraturan BPHTB tidak diperbolehkan.
Kedua, tentang subjek dan objek PPh atas pengalihan tanah dan/atau bangunan. Penulis menggunakan rujukan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menjelaskan subjek dikenakan pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terlaksana
pembagian menjadi satu kesatuan yang menggantikan
empunya hak, badan, dan bentuk usaha tetap. Sedangkan, objek yang dikenakan pajak menggunakan rujukan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. Pertama, Beralihnya kepemilikan
terhadap objek tanah dan/atau objek bangunan, yang
dimaksud penghasilan dari beralihnya kepemilikan
atas objek tanah dan/atau objek bangunan yaitu
pendapatan yang didapatkan dari pihak yang
melakukan pengalihan kepemilikan akan objek
tanah dan/atau objek bangunan dengan cara tukar
menukar, penjualan, penyerahan hak, pelepasan hak,
hibah, lelang, pewarisan, atau cara lainnya yang telah
disetujui oleh seluruh pihak terkait. Kedua, Perjanjian
pengikatan jual beli atas objek tanah dan/atau objek
bangunan beserta perubahannya.
Dengan menggunakan sistem PPh, penjual yang menjual tanah di bawah harga NJOP akan dikenakan PPh sesuai dengan NJOP. Maka dari itu, penjual memang dituntut untuk menjual tanah di atas harga NJOP untuk menghindari kerugian. Akan tetapi, sulit untuk menjual tanah di kawasan elit karena membutuhkan waktu yang lama dan penjual itu dalam keadaan membutuhkan uang, sehingga menurunkan harga tanah dibawah harga NJOP dilakukan agar cepat laku.
Dalam upaya perlindungan hukum, wajib pajak dapat melakukannya terhadap penetapan BPHTB dan PPh dalam mengalihkan kepemilikan tanah dan bangunan di bawah NJOP dengan cara tiga hal. Pertama, upaya keberatan BPHTB ke Kantor Pelayanan PBB. Kedua, upaya keberatan PPh atas pengalihan tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam durasi tiga bulan. Ketiga, upaya hukum banding kepada Pengadilan Pajak. Wajib pajak yang mengalami ketidakadilan dapat melakukan tiga hal itu secara berurutan, yaitu mengajukan keberatan melalui Kantor Pelayanan
PBB, sedangkan pengajuan keberatan terhadap PPh
dapat diajukan dalam bentuk tertulis yang ditujukan
terhadap Dirjen Pajak. Apabila Surat Keputusan
Keberatan yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang belum sesuai dengan yang diharapkan
oleh wajib pajak atas keluhan yang diajukan, maka
wajib pajak bisa melakukan upaya banding kepada
Pengadilan Pajak, karena putusan yang dikeluarkan
oleh pejabat yang berwenang tersebut bukan putusan
akhir, tetapi putusan Pengadilan Pajak adalah putusan
yang akhir dan telah memiliki kekuatan hukum
yang tetap.
Penulis juga merekomendasikan di akhir tulisannya, yaitu Pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan
baru terhadap penjualan tanah di bawah harga NJOP
guna menghindari ketidakadilan dalam pemungutan
pajak BPHTB dan PPh terhadap penjualan tanah dari
bawah harga NJOP dalam praktek jual beli tanah
di bawah harga NJOP sehingga mempermudah
masyarakat dalam proses jual beli tanah sebagai
aset. Selain itu, Pemerintah hendaknya juga dapat mengadakan
penyuluhan kepada masyarakat yang masih kurang
memahami mengenai jual beli tanah di bawah harga
NJOP sehingga masih sering terjadi problematika
hukum.
Baca juga:
Komentar
Posting Komentar